#navbar-iframe { display: none !important; } Blog Kang Cepot: Kulit Manggis Alternatif Pewarna Makanan

Friday 27 January 2012

Kulit Manggis Alternatif Pewarna Makanan

Salah satu alternatif pewarna yang potensial namun belum banyak termanfaatkan zat warna antosianin. Antosianin adalah merupakan pigmen yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet, merah, magenta, dan orange pada tanaman seperti buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi, legume, dan sereal. Pigmen ini bersifat larut dalam air dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada pangan. Selain itu, beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa antosianin mempunyai aktivitas biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, antikarsinogenik, antidiabetik, neuroprotektif.

Antosianin juga dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner melalui aktifitas vasoprotektif, penghambatan agregasi platelet dan oksidasi LDL. Karena banyaknya manfaat, dan terlebih fungsinya yang sangat potensial sebagai pewarna alami yang aman bagi manusia, seharusnya antosianin ini bisa lebih dimanfaatkan untuk mengganti tren pewarna makanan sintetis saat ini.

Salah satu hal yang menarik dari antosianin adalah sumbernya yang ternyata sangat melimpah, dan banyak diantaranya yang unik dan menguntungkan untuk dimanfaatkan. Apa contohnya? Ternyata, sampah organik seperti kulit buah manggis mengandung senyawa antosianin yang cukup melimpah dan sangat mungkin untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Kulit buah manggis (Garcinia mangostana), memang sudah terbukti sebagai penghasil zat warna alami. Pigmen antosianin yang terkandung dalam kulit buah manggis merupakan antosianin dan jenis cyaniding-3-sophoroside, dan cyaniding-3-glucoside.

Bila dilihat dari keekonomiannya, pemanfaatan buah manggis sebagai bahan baku pewarna alami terlihat sangat prospektif. Produksi manggis Indonesia pada tahun 2007 mencapai 112.722 ton tetapi hanya sekitar 5.697 ton dari jumlah total produksi sekitar 72.634 ton yang dapat di ekspor (Anonim, 2008). Sisanya didalam negeri dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan buah manggis memiliki grade yang rendah karena cacat atau undersize (Anonim, 2008). Melihat jumlah buah manggis undergrade yang mencapai 66.937 ton atau sebanyak 92 persen dari total produksi manggis, maka sangatlah disayangkan jika buah manggis tersebut tidak diolah lebih lanjut agar memiliki nilai tambah dengan harga jual yang lebih tinggi.

Saat ini, penggunaan antosianin sebagai pewarna semakin meluas, tidak hanya sebagai pewarna wine tetapi juga sebagai pewarna soft drink, selai, jeli, produk confectionary maupun frozen food (Anonim, 2008). Selain itu tren masyarakat yang lebih memilih back to nature ataupun healty lifestyle turut mendukung terjadinya peningkatan permintaan pasar akan antosianin sebagai pewarna makanan alami.

Melihat hal ini, peluang untuk memasarkan produk pewarna alami ini semakin terbuka lebar dan dapat berkembang menjadi semakin besar sebagai bisnis yang menjanjikan. Diharapkan industri  antosianin dari buah manggis ini bisa menyerap banyak tenaga kerja aktif dari kalangan masyarakat menengah  ke bawah. Disamping itu, kenyataan bahwa masih ada potensi lain, seperti contohnya kulit buah rambutan yang ternyata bisa bersanding melengkapi buah manggis menjadi sebuah harapan baru akan berkembangnya industri pewarna alami Indonesia. Diharapkan solusi transformasi tren pewarna makanan di negara ini menjadi awal baru bagi Indonesia yang lebih sehat dan juga bisa turut menyelesaikan permasalahan perekonomian yang bisa menjadi merupakan akar dari fenomena pewarna sintetik Negara ini.

Sumber: Harian Umum Pikiran Rakyat

No comments:

Post a Comment